MULIANYA MEMAAFKAN
Saudaraku..Siapa
di antara kita yang tak pernah mengukir kesalahan dalam hidup. Siapa
dari kita yang tak luput dari kekhilafan? Siapa di antara kita yang tak
pernah terjerumus ke dalam dosa dan maksiat. Baik itu yang terkait
dengan kekhilafan, kesalahan dan dosa kita kepada yang di Atas ataupun
dosa dan kekhilafan yang kita perbuat terhadap sesama makhluk yang
singgah di atas bumi-Nya beberapa saat sebelum ajal menjemput kita.
Selain para nabi dan rasul yang ma’shum, tentu jawabannya tidak ada.
Siapapun kita. Pejabat ataupun rakyat. Pemimpin maupun anggota
masyarakat. Ustadz maupun santri. Guru maupun murid. Majikan, sopir
maupun pembantunya. Manager perusahaan maupun karyawannya. Suami, istri
maupun anak-anak. Pengasuh pesantren maupun santri-santarinya. Dan
seterusnya. Selama kita berlabel ‘manusia’, maka kita tak akan luput
dari salah dan khilaf. Yang disengaja maupun tidak. Yang besar maupun
yang kecil. Karena manusia disebut dengan nama manusia karena
‘nisyanuhu’ lantaran kealpaannya.
Namun hal itu bukan menjadi
tameng dan alasan bagi kita untuk selalu melakukan kekhilafan dan
membiarkan dosa terus kita lakukan berulang kali. Tanpa ada koreksi diri
dan muhasabah. Tanpa ada kata istighfar dan mengakui kekurangan dan
kelemahan diri.
Saudaraku..Jika kita memiliki iman walaupun
seberat biji sawi dalam kalbu kita. Mempunyai pelita di dalam jiwa
sepudar apapun. Maka jiwa kita akan tersengat saat dosa dan kesalahan
kembali diperbuat oleh anggota tubuh kita. Hati akan merintih akibat
kekhilafan yang kembali terukir dalam hidup.
Dosa dan maksiat
adalah belenggu. Artinya kita seakan-akan terpenjara karenanya. Jiwa
kita terkekang dan hati seperti menanggung beban yang sangat berat.
Dosa dan maksiat adalah kegelapan. Yang akan menghitamkan hari-hari
kita dan menggelapkan langkah kaki kita menuju keridhaan Allah swt. Ia
menciptakan awan mendung di langit hati kita.
Dosa dan maksiat
adalah perampok. Yang akan mengambil dengan paksa pundi-pundi amal
shalih yang telah kita himpun dan kumpulkan dengan susah payah.
Saudaraku..Dosa dan kesalahan yang kita perbuat untuk yang di Atas,
karena kekurangan kita dalam mentaati rambu-rambu-Nya. Atau karena
pelanggaran yang kita lakukan terhadap apa yang dilarang dan
diharamkan-Nya. Mungkin cukup kita melantunkan kata istighfar dan
bertaubat kepada-Nya.
Tapi kesalahan dan dosa terhadap sesama.
Karena merampas hak-haknya. Atau menodai kehormatan dan kemuliaannya.
Melukai hati dan menggores luka di dadanya. Menipu dan melakukan
kebohongan terhadapnya. Mengusik ketenangan dan mengganggu kedamaiannya.
Bermasalah dalam berinteraksi harta dengannya. Dan yang senada dengan
itu.
Untuk dosa dan kesalahan model kedua ini, tidak cukup
hanya dengan beristighfar dan bertaubat kepada-Nya. Tapi juga, meminta
maaf dan meraih keridhaan orang yang telah kita lukai dan gelapkan
hari-harinya.
Saudaraku..Adakah satu kebahagiaan yang melebihi
kebahagiaan kita saat mendapatkan kemaafan dan ampunan dari orang yang
pernah kita berbuat dosa dan kesalahan terhadapnya? Orang yang pernah
kita lukai perasaan dan hatinya? Mungkin tidak ada. Dan tak akan ada.
Sebab ini terkait pula dengan masa depan kita di sana di akherat sana.
Arak-arakan awan terasa sirna dari langit hati kita. Beban yang sangat
berat yang berada di pundak kita seperti terangkat dan tubuh pun teramat
ringan untuk melangkah, melanjutkan perjalanan.
Kita tak mampu
menahan air mata menetes, pertanda kebahagiaan menggenangi ruang hati
kita. Membuka kejernihan alam berpikir kita. Hari-hari kita seolah
berpelangi. Cerah berseri seperti sapaan mentari pagi.
Saudaraku..Oleh karena itu, memaafkan kesalahan dan kekhilafan orang
lain merupakan akhlak yang sangat terpuji. Ia memantulkan keistimewaan
yang tiada tara.
• Memaafkan kesalahan orang lain merupakan
tanda ketakwaan seseorang. Artinya semakin sering kita merealisasikannya
dalam kehidupan kita, maka simat ketakwaan kita semakin tampak.
Terlebih alasan kita memaafkan orang lain, bukan karena kita lemah tak
berdaya. Tak mampu balas dendam. Tapi karena kelapangan dan ketulusan
hati kita. Allah menyebut perihal sifat sosok muttaqin dalam firman-Nya,
“..dan orang-orang yang memaafkan kesalahan orang lain.” Ali Imran:
134.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar